Blog

Well, I had a Bad Day

It's facebook, not feacesbook !!!

Mengenai Saya

Foto saya
Orang mirip ama monyet²an sawah ini dilahirkan pada 13 Maret 1993 dibarengin ama sapi² dan domba² yang beterbangan, pohon² kecabut dari tanah dan ikut beterbangan, bangunan² hancur berantakan, dan paling parah…WC umum beserta isinya beterbangan ke mana²…sungguh menjijikkan...ehm... mengerikan. Bukan, ini bukan kiamat…ini adalah “’93 Superstorm”, ato nama laennya “The Storm of Century”,”No-Name Hurricane”,”White Hurricane”, dan ”The (Great) Blizzard of 1993”. Yeah, hari kelahirannya bersamaan dengan munculnya badai dahsyat yang ngehancurin Pantai Timur Amerika Utara…IRONIS, SADIS, TRAGIS Anyway... Meskipun wajahnya “kebetulan” sering nongol di “Animal Planet”, makhluk aneh satu ini manusia, bukan monyet. Oke-oke emang mirip-Nicholas Saputra-dikit yang artinya mirip-monyet-banyak, dan karena dia lebih mirip monyet daripada manusia, jadi menurut prinsip wujud ideal, dia itu “monyet”. Yah, tapi mendinglah, mirip monyet, artinya dia manusia. Daripada mirip manusia, cuman mirip doank, berarti bukan manusia well, that's a little bout him

Statistik

Blog Yang Biasa Gue Kunjungin

Jumat, Oktober 02, 2009

Original Script "Berkibarlah Benderaku"


Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah ,,,
Yeah, akhirnya kegiatan shooting Indie Movie buat Lomba KOVER PASKIBRA selesei juga. Setelah perjuangan yg hebat, mendaki gunung, lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudra (berasa ninja hatori deh) akhirnya Shooting Fim “Berkibarlah Benderaku” selesei juga.
Jujur aja, judul film rada ngga’ nyambung ama ceritanya, tapi apa mau dinyana (dan gue ngga’ tau apa artinya) judul film udah terlanjur dikirimkan ke panitia duluan, makanya judulnya ngga’ bisa diganggu gugat. Selain itu, apa yg ada dalam film, tidak 100% sama dengan naskah, ada beberapa bagian yg dikurangi, dan beberapa bagian yg ditambah (yah, mungkin ini adalah budaya korupsi)
Eniwei, dalam rangka meluapkan rasa syukur atas seleseinya kegiatan shooting, dalam postingan kali ini gue bakal ngeupload “Original Script” dari film gue itu, naskah awal yg ngga’ ditambah ato dikurangi kaya’ pas di filmnya. Scriptnya asli bkinan gue. Ceita ini berdasar kisah nyata, yg pada akhirnya terlalu didramatisir biar seru. Sebelomnya, gue minta maaf kalo ada banyak kesalahan di sini, baik itu menyinggung perasaan, ataupun hal-hal yg salah yg berhubungan dengan kesakaan. Maklum, gue juga ngga’ terlalu ngerti. Well … there it is …
Nb :    Naskah ini udah termasuk dalam hak cipta akherat (karena belom ada hak cipta dunianya). So, bagi kalian yg berniat untuk plagiat, atopun sudah terlanjur plagiat. URUSAN AMA GUE DI AKHERAT NTAR…!!!

BERKIBARLAH BENDERAKU
I.          SCENE 1 (Ruang guru, masa sekarang)
Terlihat dari jauh dua orang sedang berbincang-bincang. Orang pertama adalah seorang guru yg terlihat sudah cukup tua dengan wajah angkuh dan arogannya, ia terdengar berbicara dengan cukup tegas namun pandangannya tetap tertuju ke perkamen-perkamen di mejanya seakan sama sekali tak mempedulikan orang di depannya.
Yang kedua adalah seorang gadis muda berperawakan cukup tinggi dan tegap, mengenakan seragam sekolah putih abu-abu lengkap dengan jilbab ciri khas seorang siswi SMA tersebut. Wajahnya terlihat sayu, matanya sudah mulai berkaca-kaca …
1.         Bu Wied           :           Kalo ibu bilang tidak bisa ya tidak bisa. Jelas !!!
2.         Risky                  :           Lalu kita harus gimana lagi bu …
3.         Bu Wied           :           (memandang ke arah Risky beberapa saat lalu kembali sibuk dengan perkamennya) Ya, mau bagaimana lagi, itu sudah kebijakan sekolah
4.         Risky                  :           Tapi bu …
5.         Bu Wied           :           (kembali memandang ke arah risky membuat kata2 risky terhenti) Tapi apa ? (kembali memandang perkamen) Sudahlah, kamu pakai saja bendera yg lama itu … toh sama saja, warnanya tetap merah dan putih … buat apa kamu cari yg baru ? cari yg ada warna birunya ?!?
6.         Risky                  :           Tapi bu …
7.         Bu Wied           :           Huuuss !!! Kamu itu kebanyakan tapi !!! (memandang serius ke arah risky) Ibu ini ngga’ cuman mikirin satu dua hal saja, apalagi harus mikirin ekstra kamu yg ngga’ jelas juntrungannya itu. Kamu tau, kita itu sudah dipusingkan dengan banyak masalah, masalah karnaval besok misalnya … konsepnya, pesertanya, perlengkapannya, BIAYANYA …!!!
                                                  Tiba-tiba kamu datang ke ibu minta dana buat upacara ?!!?? Buat tali lah, pengait lah, BENDERA !!! kamu itu jangan bodoh !!!  Kamu kira ini sekolah punya ayah kamu !!!
                                                  (kembali memandang perkamennya, lalu terbatuk) Uhuk uhuk uhuk
8.         Risky                  :           Tapi bu !!! Ini untuk upacara Tujuh Belas Agustus, momen yang sangat penting untuk kita, bangsa Indonesia !!!
9.         Bu Wied           :           (menyandarkan diri di sandaran kursinya) Uhuk-uhuk-uhuk, Risky … kamu harus tahu satu hal. Yg bisa kita sebut sebagai momen-momen penting … adalah saat kita bisa melakukan apa yg terbaik untuk sekolah kita. Saat sekolah kita ini bisa terlihat hebat di mata orang-orang di luar sana.
Karnaval misalnya, satu momen di mana kita bisa menunjukkan kemegahan kita, menunjukkan kedigdayaan kita … itulah momen penting.
Dan upacara bendera, sama sekali bukan momen penting !!!
10.     Risky                  :           (mulai menangis)
11.     Bu Wied           :           (Beranjak dari kursinya) Uhuk-uhuk-uhuk … Dan sepertinya sekarang sudah waktunya kamu keluar. (menuju ke rak buku … menoleh ke risky sebentar) Saya sedang sibuk !!!
12.     Risky                  :           Baik bu … Permisi (pergi keluar)
13.     Bu Wied           :           Tunggu…!!! Kalau memang tidak ada bendera lagi pakai saja ini. (mengambil bendera ukuran rumah yg sudah tidak terpakai dari rak lalu melemparkannya ke arah Risky namun jatuh ke lantai)
14.     Risky                  :           (dengan tergesa-gesa mengambil bendera yg terjatuh ke lantai lalu menciumnya, tak rela sang saka dibuang begitu saja) … (membuka bendera tersebut) tapi bu, ini kan bendera ukuran rumah …
15.     Bu Wied           :           …
16.     Risky                  :           Permisi, bu (keluar ruangan)
Bu Wied mencari-cari sesuatu di rak buku sambil sesekali terbatuk-batuk. Tak sengaja ia menemukan sebuah kotak yg terlihat cukup lama tersimpan di sana. Kotak tersebut seakan mengingatkannya akan sesuatu. Penasaran, ia lalu membuka kotak itu.
Kotak itu berisi sebuah album foto, buku catatan dan … Bendera, bendera yg terlipat rapi. Iya, kotak tersebut berisi sebuah album foto dan sebuah buku catatan kecil beralas sebuah bendera merah putih. Di depannya tertulis
“Kami adalah para pejuang yang menjaga kehormatan bangsa
Kami adalah para ksatria yang tegap berdiri di bawah kibaran sang saka
Kami adalah PASKIBRAKA”
II.        SCENE 2 (Ruang Guru, 3 Tahun yg lalu)
--- 3 TAHUN YG LALU ---
Terlihat dari jauh dua orang sedang berbincang-bincang. Orang pertama adalah seorang guru yg terlihat sudah cukup tua dengan wajah angkuh dan arogannya, ia terdengar berbicara dengan cukup tegas namun pandangannya tetap tertuju ke perkamen-perkamen di mejanya seakan sama sekali tak mempedulikan orang di depannya.
Yang kedua adalah seorang anak muda, laki-laki berperawakan cukup tinggi dan tegap, mengenakan seragam sekolah putih abu-abu, ia adalah seorang siswa SMA. Terlihat di wajahnya, ia sedang menahan emosi,
17.     Bu Wied           :           Kalo ibu bilang tidak bisa ya tidak bisa. Jelas !!!
18.     Agni                   :           Cukup jelas bagi saya. Dan saya rasa sudah cukup jelas pula bagi ibu bahwa tali, pengait, dan bendera yg ada saat ini sudah terlalu tua untuk turun kembali di upacara 17 Agustus besok. Bukan begitu ???
19.     Bu Wied           :           Maksud kamu ???
20.     Agni                   :           Kita tidak mungkin melakukan upacara bendera dengan tali yg hampir putus dan bendera yg sobek. Saya rasa itu alasan yg cukup jelas untuk mengajukan permohonan dana ini.
21.     Bu Wied           :           (memandang agni) Maaf nak, permohonan dana kamu itu sudah tidak bisa dipenuhi. Ini sudah kebijakan dari sekolah. Mau bagaimana lagi ??? (kembali sibuk dengan perkamennya)
22.     Agni                   :           Lebih mementingkan kegiatan yg lebih memiliki prestige, seperti karnaval, yg menghabiskan banyak biaya itu, dibandingkan dengan suatu kegiatan sakral, seperti upacara bendera. Itu juga kebijakan sekolah ??
23.     Bu Wied           :           Sayangnya, iya …
24.     Agni                   :           Ingin terlihat baik di mata orang-orang luar dengan segala cara, bahkan dengan mengorbankan kehormatan bangsa. Sejak kapan sekolah ini hanya mementingkan gengsi belaka ???
25.     Bu Wied           :           (memandang agni dengan emosi) Dan sejak kapan ekstra Paskibra kamu itu hanya mementingkan uang saja !?!?
Jaga kata-kata kamu nak, ini bukan hanya tentang upacara bendera. Ini tentang sekolah kita. Ibu ini ngga’ cuman mikirin satu dua hal saja, bukan cuma mikirin ekstra kamu yg ngga’ jelas itu.
26.     Agni                   :           Tapi bu, ini momen yang penting untuk kita semua, bangsa Indonesia.
27.     Bu Wied           :           Dan karnaval beserta lomba-lomba yg lainnya itu juga momen yg penting bagi sekolah kita !!! Itu semua jauh lebih penting ketimbang upacara bendera yg sekedar formalitas itu. Dan itu semua jauh lebih membutuhkan dana daripada kamu !!!
28.     Agni                   :           Maaf bu, saya di sini …
29.     Bu Wied           :           (berdiri dan berkata dengan emosi) Apa ??? kamu mau bilang kalo kamu di sini bukan karena uang tapi demi kehormatan bangsa ?!?! Begitu !?!?
Kamu itu pandai bicara ya ??
30.     Agni                   :           Maaf bu …
31.     Bu Wied           :           Sudah, saya sudah muak bicara sama kamu. Ini ada uang, ntah cukup atau tidak. Sekarang kamu pilih beli tali atau bendera, atau tidak dua-duanya !!! (mengeluarkan sejumlah uang)
32.     Agni                   :           (terdiam beberapa saat)Bendera …
33.     Bu Wied           :           Oke, sekarang cepat keluar. Sebelum saya semakin marah.
34.     Agni                   :           Baik, bu. Terima kasih. (beranjak pergi)
35.     Bu Wied           :           Tunggu…!!!
36.     Agni                   :           (Terhenti) Iya, bu…
37.     Bu Wied           :           Kembaliannya segera kembalikan ke Ibu…!!!
38.     Agni                   :           (berbalik, mendekat ke meja Bu Wied) Tanpa mengurangi rasa hormat bu, kami tidak membeli bendera dengan uang yg diberikan dengan terpaksa. (meletakkan uang di meja) Permisi (pergi)
39.     Bu Wied           :           (meninggikan suara) Saudara Agni !!! Jujur, saya sangat tersinggung dengan kelakuan anda !!!
40.     Agni                   :           (berbalik) Dengan penuh rasa hormat, saya mohon maaf !!! Permisi !!! (keluar)
41.     Bu Wied           :           (berteriak) Agni !!! Besok temui saya di ruang BK !!!
Agni keluar dari ruang guru dengan dipenuhi rasa marah. Ia baru saja menutup pintu dan menarik nafas dalam-dalam, dan melepaskannya bersama emosinya yg semakin membuncah. Lalu ia berjalan menuju ke tempat teman-temannya. Sambil berbicara dalam hatinya...
“Dan itulah mengapa aku tak pernah suka golongan tua, golongan orang yg sudah mulai lupa akan arti kemerdekaan.Orang-orang kolot yg terdekte oleh kemegahan dan kemunafikan, dan rela menukarnya dengan harga  diri bangsa.
Dan di sini aku bersama mereka yg memberikan hormat di bawah teriknya matahari, bersama orang-orang yg berjuang menjaga kehormatan bangsa, bersama para ksatria yg berdiri tegap di bawah kibaran sang saka. Bersama para PASKIBRAKA”
– OPENING –
III.       SCENE 3 (Lapangan Upacara, Latihan Upacara *Flashing scene with backround soundtrack*)
Agni melewati beberapa temannya yg masih berlatih di lapangan upacara. Beberapa anak mengajaknya ikut berlatih namun ia menolak dengan halus dengan alasan masih ada urusan di ruangan seksi 2.
IV.       SCENE 4 (Ruangan seksi 2)
Agni sampai di tempat teman-temannya berkumpul. Di ruangan seksi 2, di sana 2 orang temannya sudah menunggu …
42.     Aryo                   :           Gimana, ni ? (menahan Agni dipintu)
43.     Agni                   :           Emang kita bisa ngarepin apa dari orang tua kolot macam dia.
44.     Aryo                   :           Nihil ??
45.     Agni                   :           (masuk, lalu duduk di kursi tepat ujung ruangan)
46.     Aryo                   :           Hmmm, kaya’nya emang iya.
47.     Arin                    :           Trus, kita musti gimana ?? Masa pake’ bendera yg lama ??
48.     Aryo                   :           Kalo itu pilihan terakhir kita.
49.     Arin                    :           Tapi itu kan uda sobek.
50.     Aryo                   :           Yg penting kan maknanya, bukan bentuknya. (dengan sedikit tertawa)
51.     Arin                    :           Iya, yo. Aku tau, emang yg terpenting itu maknanya. Tapi kan, kita tetep harus ngasih yg terbaik, demi tanah air kita. Masa kamu masih tega sih ngibarin bendera kaya’ gini ??? (sambil memegang bendera)
52.     Aryo                   :           Yaa, ngga’ juga sih. Tapi … yaa … gimana ya ???
53.     Arin                    :           Yaa itu, gimana ???
54.     Aryo                   :           Hhehehe, kalo udah gini bingung juga sih. (memandang ke Agni) Gimana nih bous ??? Lo diem aja dari tadi ??? Sariawan ???
55.     Arin                    :           Ni ???
56.     Agni                   :           ……… (menunduk)
57.     Indra                  :           (tiba-tiba muncul di pintu) Kenapa lo, ni ??? Ga bisa ngomong ??? Kalo udah gini aja diem lo !!!
58.     Arin                    :           Indra !?!?!
59.     Indra                  :           (masuk ke dalam. Berdiri tepat di hadapan Agni) Gue denger percakapan lo sama Bu Wied tadi. Maksud lo apa sih, ni ???
60.     Arin                    :           Ndraa ???
61.     Indra                  :           Lo, itu goblok banget sih, ni ??? Kenapa ngga’ lo terima aja tuh duit, lumayan kan, bisa buat nambah-nambahin…!!! Situasinya jadi makin taik gini, guru-guru kaya’ taik, manejemen sekolah kaya’ taik, lo juga ikut-ikutan kaya’ taik.
62.     Agni                   :           ……..(masih menunduk)
63.     Indra                  :           (menarik kerah baju Agni) Ni …!!!
64.     Aryo                   :           (melerai lalu menahan Indra)  Ndra !!! ndra !!! ndra !!! sabar ndra !!! apa’an sih lo ???
65.     Indra                  :           (masih memberontak) Kenapa lo diem !?!!? Takut !!! Lo tu egois tau ngga’ !!!
66.     Arin                    :           Sebenernya ada apa sih, ndra ???
67.     Indra                  :           Tanya tuh si Agni !!! Dia yg bikin masalahnya  jadi ribet kaya’ gini !!!
68.     Arin                    :           Ni ???
69.     Agni                   :           ... (masih diam menunduk)
70.     Indra                  :           Sekarang mau lo apa ??? Kita pake’ bendera yg lama itu lagi…!!! Gue baru pertama kali ini tau, ada upacara bendera ngibarin kain pel…!!!
71.     Arin                    :           Indra…!!! *Plaak…!!!* (menampar Indra) Jaga mulut kamu…!!!
72.     Indra                  :           Agni tuh yg harusnya ngejaga mulutnya…!!! Kalo aja bukan karena mulutnya yg nyolot itu, masalah ngga’ bakal jadi seribet ini. Kalo uda kaya’ gini gimana coba’, waka kesiswa’an aja ngga’ mau ngurusin kita. Sekalian aja ngga’ pake’ upacara bendera…!!!
73.     Aryo                   :           Udah…udah…sabar ndra, sabar…Kok jadi kaya’ gini sih???
74.     Indra                  :           Gue udah males tau ngga’. (mengambil tempat duduk)
Tiba-tiba datanglah teman-teman Paskibra mereka yg lain, mereka semua agak kelelahan setelah berlatih.
75.     Nila                     :           (baru masuk dan langsung berbicara memecah suasana) Aaahhh, panas panas panas !!! Gile ya kalian, kita pada latihan panas-panas di depan. Eh, kalian malah enak-enak’an ngobrol di sini…!!! Sebel deh !!!
76.     Tia                       :           Iya nih, kakak-kakak pada pinter ya. Yg adek kelas aja pada dateng latihan semua. (langsung mengambil tempat duduk lalu cemberut)
77.     Joni                    :           Ya iya lah dek, dari kelas satu kan yg jadi petugas cuman 5 biji doank !!! Lagipula kita kan ngasih kesempatan buat kalian-kalian, buat belajar gitu, ganti’in posisi kakak-kakak yg belom dateng. Hahaha. Iya kan bos !!! (memandang ke arah Agni)
78.     Nila                     :           Tunggu…tunggu…gue ketinggalan apa’an nih???
79.     Aryo                   :           (terdiam beberapa saat, dahinya mengkerut, sepertinya sedang berfikir) Gue ada ide…!!!
80.     Joni                    :           Hah??? Ide apa’an??? Apa’an sih???
81.     Aryo                   :           Kita patungan ya ??? (dengan senyum lebar-lebar)
82.     Nila                     :           Apa pa??? Patungan???
83.     Tia                       :           Patungan apa lagi nih kak??? Patung Kadet Suwoko ???
84.     Aryo                   :           Heeehhh, bukan-bukan!!! Bukan patung yg itu!!! Maksud gue, patungan, ngumpulin duit.
85.     Joni                    :           Heehhh??? Duit…!!! Gue bokek nih, buat apa’an sih???
86.     Tia                       :           Iya, kak. Buat apa???
87.     Aryo                   :           Buat beli bendera.
88.     Nila                     :           Lho?? Jadi kita ngga’ dapet dana dari sekolah??
89.     Joni                    :           Ini pasti gara-gara si nenek sihir itu lagi ya???
90.     Tia                       :           Iya, tuuhh !!!
91.     Arin                    :           Huusshh, kalian ini.
92.     Indra                  :           Jangan se’enaknya nyalahin orang tua itu. Lagi pula yg salah sebenarnya bukan dia. Sebenernya yg salah itu ketua kalian sendiri, Agni.
93.     Arin                    :           Udah deh ndra, jangan mulai lagi.
94.     Indra                  :           (berdiri) Gue udah ngga’ betah rin…!!! Lo semua mesti ngakuin, kalo ketua seksi 2 kita yg sekarang ini duduk di sini, adalah ketua yg gagal. Ngototan, mau menang sendiri. Selalu berdiri di atas idealisme-idealisme taiknya itu…!!! Lo semua tau kan, berapa kali dia dipanggil ke BK???
95.     Aryo                   :           Ndra… ndra…
96.     Indra                  :           Sorry ni, gue salah milih lo sebagai ketua. (pergi)
97.     Agni                   :           Ndra..!!!
98.     Indra                  :           Akhirnya, lo angkat bicara juga. Jadi …
99.     Agni                   :           Udah banyak yg berubah dari kita ndra.
100.  Indra                  :           Yg berubah itu lo, ni’. Lo udah mulai keterlaluan
101.  Agni                   :           Keterlaluan??? Banyak yg lo ngga’ tau tentang gue ndra.
102.  Indra                  :           Dan banyak yg lo ngga’ tau tentang kami. Tentang kita. Tentang PASKIBRA. Lo udah terlalu sibuk dengan keputusan lo sendiri…
103.  Agni                   :           Dan lo udah terlalu sibuk nyalahin situasinya.
104.  Indra                  :           Ada yg salah ama lo, ni’. Lo yg dulu ngga’ pernah nyalahin orang lain buat suatu kesalahan. Bahkan lo udah lupa caranya ngeluarin kata-kata yg penuh kharisma kaya’ dulu.
105.  Agni                   :           Itulah kenapa gue lebih milih buat diem. Tapi, lo yg maksa gue buat angkat bicara, ndra.
106.  Indra                  :           Hhaha, jadi itu sikap ketua kita???
107.  Agni                   :           Sorry, ndra. Asal lo tau aja, gue di sini sebagai ketua kalian, bukan karena gue lebih baik dari kalian. Gue manusia biasa, bukan malaikat, bukan nabi.
Saat gue ngelakuin sesuatu yg bener, gue cuman butuh kalian ada buat ngedukung gue, ngebantu gue. Saat gue ngelakuin sesuatu yg salah, gue butuh kalian ada buat ngebenerin jalan gue.
Saat kalian ngerasa gue ngga’ ngehormatin kalian, ngehormatin pendapat kalian, cara kalian. Ngga’ ada keharusan bagi kalian buat ngehormatin gue.
Karena ini bukan tentang gue, bukan pula tentang kalian. (melihat teman-temannya satu per satu) bukan tentang kamu, kamu, kamu, atau kamu ndra. Ini, tentang kita.
Oke, lo emang bener ndra, gue bukan orang yg tau segalanya. Gue ngga’ tau tentang lo, tentang kalian. Tapi kita, kita bersama tau siapa jati diri kita.
Kita adalah pejuang, yg menjaga kehormatan bangsa …
Kita adalah ksatria, yg berdiri tegap di bawah kibaran sang saka …
Kita adalah PASKIBRAKA …
108.  Aryo                   :           (terdiam sejenak) Bullshit lo, ni (keluar)
Suasana tiba-tiba menjadi hening, tidak ada yg berani berbicara, atau memang tidak ada yg tau kata-kata yg bisa diucapkan pada saat seperti ini.
109.  Agni                   :           (berdiri) Oke, kalo emang gitu. (Mengeluarkan sejumlah uang, lalu memberikannya ke Aryo, dan pergi keluar)
110.   Aryo                  :           Eh, bukannya gitu, ni … (berusaha menahan Agni)
111.  Agni                   :           (berbalik sebentar) Oh, iya … kita udah cukup latihan buat upacara besok. Dan kita pasti bisa ngelakuin yg terbaik besok.  Jadi, hari ini kalian istirahat yg cukup. Besok adalah hari kita…masalah bendera biar Aryo yg ngurus, setelah ini dia langsung berangkat beli bendera baru yg lebih bagus. Iya kan, yo’??
112.  Aryo                   :           Eh, iya-iya. (agak bingung)
113.  Agni                   :           Udah ya, gue permisi dulu. (pergi)
114.  Aryo                   :           Ni’..ni’… (masih berusaha menahan Agni)
115.  Arin                    :           Yo’… (menggelengkan kepala)
V.        SCENE 5
Agni duduk menyendiri, ia ingin meluangkan waktu sejenak untuk berfikir. Lalu, ia mulai menulis di sebuah buku catatan kecil miliknya.
“Dan seketika semua jadi terasa berbeda. Idealisme-idealisme kebangsaanku sepertinya telah luntur begitu saja bersama ini semua, bersama masalah idiom-idiom yg memuakkan ini. Dan aku terus bertanya. Apakah ini persembahan terbaik untuk bangsaku, benarkah dengan cara ini???”
116.  Arin                    :           Ni …
117.  Agni                   :           Rin (agak kaget)
118.  Arin                    :           Kamu ngga’ papa ???
119.  Agni                   :           Engga’ (membuang wajahnya)
120.  Arin                    :           Niii … (mengambil tempat duduk)
121.  Agni                   :           (diam cukup lama) Gue cuman ngga’ ngerti.
122.  Arin                    :           Hmm ???
123.  Agni                   :           Kenapa kita jadi kaya’ gini ya???
124.  Arin                    :           Maksud kamu???
125.  Agni                   :           Ngga’ ada yg salah dari kita. Kita cuma jadi agak berbeda.
126.  Arin                    :           Masalah ini???
127.  Agni                   :           Iya …
128.  Arin                    :           Jangan terlalu ngeberatin diri sendiri deh ni’. Ingat dong kata-kata kamu tadi, ini bukan tentang kamu aja, ini tentang kita.
129.  Agni                   :           Hhehe … Iya, juga sih. (terdiam sebentar) Gue cuman ngga’ mau persembahan kita pada bangsa, bendera yg bakal kibarin besok, bakal dikotori oleh masalah-masalah kaya’ gini.
130.  Arin                    :           Masalah uang???
131.  Agni                   :           Yah, kurang lebih begitu lah. Upacara Bendera lebih dari sekedar formalitas, juga bukan sesuatu yg mentingin prestige doang, kaya karnaval yg dibela-belain ama guru-guru itu.
132.  Arin                    :           Iya, ini adalah persembahan kita, dari Paskibra, untuk Negeri kita.
133.  Agni                   :           Yah, dari Paskibra, untuk Negeri kita. (diam sejenak) Tau ngga’, sesaat tadi gue sempet ngerasa kata-kata Bu Wied itu bener.
134.  Arin                    :           Waktu kamu ngobrol di ruang guru tadi ??? Ngga’ usah dipikirin ni’. Bu Wied itu sebenernya baek kok, mungkin dia lagi pusing urusan sekolah aja kali.
135.  Agni                   :           Mungkin gue juga yg agak keterlaluan emang. Gue rada ngotot maslah dana itu, hhaha. Gue mengkritisi kebijakan-kebijakan sekolah, gue bilang “Sejak kapan sekolah kita cuman mentingin gengsi belaka???”  Tau ngga’ dia bilang apa, dia bilang “Sejak kapan ekstra Paskibra kamu itu cuman mentingin uang belaka??” Suer, itu nusuk banget. (terdiam)
136.  Arin                    :           ZZzzz…Zzzz…zzzz… (pura-pura tidur)
137.  Agni                   :           Eh, rin…!!! Tidur, lagi…!!! Becanda aja kamu tuh…!!!
138.  Arin                    :           Hhehehe…abisnya, kamu ngedongeng melulu.
139.  Agni                   :           (terdiam beberapa saat) Eh, rin, sebenernya kamu rikuh ngga’ sih kalo lagi berdua’an ama gue gini.
140.  Arin                    :           Hmmm ??? Rikuh ???
141.  Agni                   :           Iya, rikuh … maksud gue, ehm… kalo lagi berduan ama gue gini…kamu nganggepnya lagi sama temen kamu, saudara kamu, kakak kamu, adek kamu, atau…yg lain.
142.  Arin                    :           Eh ??? (sambil tersenyum)
Tiba-tiba terlihat Joni berteriak dari kejauhan.
143.  Joni                    :           Woy, Ni…!!! Gue pulang duluan yee…!!! Puas-puasin aja lo berdua’an…!!! Ntar lo jalan aja pulang…!!! Hwahahahah…!!!
144.  Agni                   :           Hoy, sialan lo…!!! Tungguin gue…!!! (berlari mengejar Joni, berbalik sebentar memandang ke arah Arin) Rin, yg terakhir tadi, lupain aja yah, hhehe…Pulang dulu, dah…!!! (pergi mengejar Joni)
VI.       SCENE 6 (Sebelum Upacara Bendera)
“Dan hari ini pun akhirnya tiba. Hari pertarunganku, hari pertarungan kami. Hasil latihan kami selama ini, kami pertaruhkan di sini. Saat kami harus memberikan yg terbaik untuk negeri.
Jujur saja aku masih terpikir maslah bendera itu, tapi sudahlah.”
Agni tiba di sekolah dengan sudah mengenakan PDU dan tas ransel menggantung di pundaknya. Sekolah masih terlihat sepi. Ia melewati gerbang sekolah , dan melihat ke arah tiang bendera yg masih kosong. Tiba-tiba Joni datang mengejutkannya.
145.  Joni                    :           Ni’…!!!
146.  Agni                   :           Eh, lo jon …
147.  Joni                    :           (mengapit leher agni dengan siku-sikunya, lalu mengajaknya bersamanya) Ikut gue, ni…!!! (sambil berjalan menuju ruangan seksi 2)
148.  Agni                   :           Eh, apa-apa’an nih???
149.  Joni                    :           Udah, ikut aja…!!!
Lalu mereka sampai di depan ruang seksi 2
150.  Agni                   :           Yaah, ke sini. Ngga’ pake’ lo siksa juga gue bakal ke sini. Ada apa’an sih…!!!
151.  Aryo                   :           Ni…!!! Kita udah ada bendera spesial buat entar…!!!
152.  Agni                   :           Hah???
153.  Aryo                   :           Ini dia, bendera spesial…!!! Tara tara tara !!!
154.  Agni                   :           (Beberapa saat kemudian) Lo, ngapain yo ???
155.  Aryo                   :           Bentar…!!! (melongok ke balik tembok) Eh, itu tadi kodenya…!!! Aaahhh…!!! Ulang-ulang…!!! (keluar lagi) Ini dia, bendera spesial…!!! Tara tara tara !!!
Lalu 3 orang pengibar bendera keluar. Satu yg berada di posisi tengah membawa bendera yg sepertinya sudah sangat familiar. Lalu saat sampai di depan Agni, dua orang di di kanan kirinya memegang bendera, dan membentangkannya.
Terlihat, bendera itu cukup tua, namun terlihat berbeda. Terlihat lebih bersih, dan terdapat jahitan di sana.
156.  Agni                   :           Yo’, lo beli bendera ini di mana??? Perasaan gue familiar banget ama bendera ini deh.
157.  Aryo                   :           Waahh, lo tega banget ni’, ampe lupa ama bendera kita. Itu arin udah bela-belain begadang lho buat ngejahit plus nyuci tuh bendera. Untung keburu kering, iya kan rin??? (memandang ke arah arin, arin hanya tersenyum)
158.  Indra                  :           (tiba-tiba muncul) Iya, kami tetapkan bahwa ini akan jadi tugas terakhir buat bendera ini. Itu keputusan kami. Tinggal nunggu persetujuan dari lo aja, biar jadi…keputusan kita. Jadi, gimana???
159.  Agni                   :           (tersenyum) Hmmm… oke, lipat lagi tuh bendera. Ayo kita siap-siap…!!!
Lalu semuanya ikut tersenyum.
Lalu mereka semua bersiap-siap di ruangan seksi 2. Beberapa saat sebelum upacara dimulai mereka berkumpul membentuk lingkaran.
160.  Agni                   :           Oke, hari ini kita berkumpul di sini untuk melaksanakan tugas mulia kita sebagai Paskibra. Latihan kita selama ini akan dipertaruhkan di sini. Sebaiknya sebelum kita mengawali semua ini, marilah kita berdoa terlebih dahulu. Berdoa, mulai………selesai. (mereka menyatukan tangannya di tengah) PASKIBRA…!!! (menjawab serempak) JAYA…!!!
Mereka bersiap membentu barisan seperti latihan mereka selama ini.
161.  Agni                   :           Sudah waktunya… Langkah Tegap Maju…!!! Jalan…!!!

MASA SEKARANG
VII.      SCENE 7
Bu Wied yg sedang melihat album sambil membaca catatan itu pun matanya mulai berkaca-kaca. Ia membuka lembaran demi lembarannya.
“Dan hari itu akan selalu kukenang dalam hidupku. Saat Sang Saka berkibar di angkasa, di antara birunya langit dan awan-awan putih. Jantungku berdebar saat bendera tua itu diterpa angin, ia masih berkibar gagah di atas sana. Dan inilah pengabdian kami untuk negeri. Berkibarlah benderaku, berkibarlah hingga akhir nanti.”  
Bu Wied berlari keluar dari ruangannya, ia mencari-cari risky. Terus berputar-putar, ia tahu, meskipun jam sekolah sudah usai, risky pasti masih ada di sekolah. Sampai akhirnya ia bertemu Risky
162.  Bu Wied           :           Uhuk-uhuk-uhuk. Risky, untunglah saya masih sempat bertemu dengan kamu.
163.  Risky                  :           Ada apa, bu???
164.  Bu Wied           :           Ini, ibu hanya ingin memberikan bendera tua ini.
165.  Risky                  :           Ini???
166.  Bu Wied           :           Ini punya kakak kelasmu dulu, alumni. Ini adalah bendera yg sangat bersejarah, dan itu…album foto dan buku catatan kecil itu milik orang yg dulunya ketua seksi 2, sama seperti kamu. Bacalah…!!!
167.  Risky                  :           (menerima kotak tersebut) Bu…
168.  Bu Wied           :           Saya harap besok kamu mengibarkan bendera itu lagi. Saya ingin melihat bendera itu berkibar lagi, biarkan saya memberikan penghormatan yg tertunda sejak 3 tahun yg lalu.
169.  Risky                  :           Baik, bu …

Dan besoknya, saat pengibaran bendera, Bu Wied terlihat sungguh-sungguh memberikan penghormatannya tersebut. Tepat setelah bendera mencapai ujung tiang, ia jatuh tergeletak. Dan itu adalah penghormatan terakhirnya pada bendera.
VIII      SCENE 8 (Penghormatan terakhir)
Beberapa hari setelah keatian Bu Wied, Agni yg mendengar kabar tentang itu segera meninggalkan kuliahnya sementara. Pertama ia kembali ke sekolahnya. Dan bertemu dengan Risky
170.  Agni                   :           Hmmm… Jadi begitu ceritanya.
171.  Risky                  :           Iya, kak.
172.  Agni                   :           Bendera itu masih kamu simpan???
173.  Risky                  :           Ini, kak
174.  Agni                   :           Bendera ini sudah cukup tua. Sudah waktunya untuk mengakhiri tugasnya.
175.  Risky                  :           Maksud kakak???
176.  Agni                   :           (hanya tersenyum lalu mengambil sebuah gunting)
Agni lalu memotong bendera itu menjadi dua, memisahkan 2  bagiannya. Merah dan Putih. Bagian merahnya ia lipat kembali dan diletakkan kembali ke dalam kotak. Lalu ia pergi menuju ke tempat di mana Bu Wied dimakamkan sambil membawa bagian putihnya.
“Aku hanya ingin memberikan penghormatan terakhir, sebagaimana engkau memberikan penghormatan terakhirmu pada Sang Saka. Biarlah kesucian ini menjagamu (mengikatkan bagian putih bendera di batu nisan) istirahatlah dengan tenang, guruku. Selama bendera masih tetap berkibar, penghormatan terakhirmu itu tidak akan sia-sia.”

– TAMAT –


Tidak ada komentar: